Menanti "Chemistry" Jorge Lorenzo dan Ducati

Menanti "Chemistry" Jorge Lorenzo dan Ducati
Berpindah motor setelah 9 tahun loyal pada satu pabrikan tentu tidak mudah. Begitulah yang dirasakan Jorge Lorenzo. Apalagi, karakter kedua motor dan gaya balap Lorenzo saling berpunggungan. Di tahun kedua, bisakah Lorenzo dan Ducati menemukan kecocokan?
Ketika menandatangani kontrak berdurasi 2 tahun dengan Ducati pertengahan 2016 silam, harapan besar ditumpahkan di pundak Jorge Lorenzo. Apalagi, nilai kontrak Lorenzo dengan Borgo Panigale ini cukup fantastis, 12,5 juta euro per tahun. Namun, wajar juga Lorenzo memenangkan kontrak itu. Dia adalah juara dunia lima kali di balap motor prototipe ini: 2 kali di kelas 250cc dan 3 kali di kelas premier.
Tanpa guyuran dana besar, Jorge pasti pikir ulang. Dan ingat, kala menandatangani kontrak, Ducati sedang puasa gelar juara dunia dan juara grand prix--Ducati baru bisa menempati podium satu di Spielberg, Austria, pada Agustus 2016, sedangkan kontrak ditandatangani Jorge pada pertengahan April 2016.Ditambah lagi, rivalitas dengan Valentino Rossi dalam paddockYamaha kian memanas.
Jorge seperti berjudi dengan karier balapnya, mengingat rentetan hasil kurang memuaskan Ducati pasca-Casey Stoner. Rossi pun sempat merasakan kegetiran ketika menunggangi GP11 dan GP12. 
Namun, ada ambisi besar Lorenzo ketika menyeberang ke pabrikan Italia, yakni memenangi grand prixdan juga juara dunia dengan motor lain. "Ya, itu adalah salah satu motivasi terbesarku," aku Lorenzo, April 2016 silam. Memang tidak banyak pebalap MotoGP yang menjadi juara dunia di dua pabrikan berbeda. Selama era 4-tak, cuma Rossi dan Casey Stoner yang bisa.
Bagi Ducati sendiri, Lorenzo dinilai tepat. Pertama, Ducati punya kelemahan saat melahap tikungan, terutama di tikungan cepat nan panjang yang membutuhkan posisi lean angleyang lama. Dengan pengalaman Lorenzo di Yamaha selama 9 tahun dan kecepatan Lorenzo di mid-corner,pengembangan motor Ducati akan makin sempurna. Masukan Lorenzo akan sangat berharga untuk menciptakan tunggangan yang mudah dikendarai di tikungan cepat, seperti Phillip Island, Australia.
Kedua, Ducati butuh sosok juara dunia. Ini untuk meningkatkan motivasi seluruh awak Borgo Panigale yang dipimpin oleh Gigi Dall'Igna. Bagi tim yang sudah lama tak meraih posisi pertama, kehadiran sosok juara dunia akan melipatgandakan kinerja engineerdi Bologna dan kru di paddock.Rekan setim pun juga akan terpacu untuk meningkatkan performa.
Ketiga, kehadiran Jorge ini akan menarik minat sponsor ke Ducati. Selain nama besar Stoner yang lebih dulu dijadikan brand ambassadordan test rider,rekam jejak Jorge bakal memudahkan pengembangan brand Ducati secara global. Ingat, Jorge punya fan baseyang besar setelah Rossi dan Marc Marquez.
Masa Orientasi
Tahun pertama (2017) di Ducati, prestasi Jorge bisa dibilang tak terlalu mengilap. Ia hanya bisa mencatat 3 podium: podium 3 di Jerez (Spanyol), 3 di Aragon (Spanyol), dan 2 di Sepang (Malaysia). Total ia mengoleksi 137 poin dan duduk di peringkat ke-7 (prestasi terburuk sepanjang berkarier di kelas MotoGP). Jauh dari harapan memang. Apalagi, bila dibandingkan prestasi teammateAndrea Dovizioso. DesmoDovi secara mengejutkan mampu menjadi pesaing utama Marquez hingga seri terakhir. Dovi memenangi 6 balapan sepanjang 2017 dengan total 261 poin.
Lalu, apa penyebab Lorenzo keteteran? Jawabannya sederhana: Dovi sudah 4 tahun bersama Ducati dan mengembangkan motor tunggangannya. Sementara, Lorenzo 9 tahun menghabiskan waktu bersama Yamaha yang sangat cocok dengan gaya balapnya. Ducati belum sepenuhnya memberikan motor yang sesuai dengan gaya balapnya.
GP17 tahun kemarin boleh dibilang bukan motor yang disukai Jorge, berbeda 180 derajat dengan Yamaha. Desmosedici itu jelas tak bisa mengakomodasi gaya balap elbow downLorenzo yang sangat tergantung pada front contactban depan dan rasa percaya diri membuka gas di tengah tikungan. Ducati tak punya kekuatan di sisi itu. Keunggulan Ducati adalah di tenaga mesin, akselerasi, dan pengereman.
Menurut Cristian Gabarrini, mekanik kepala Jorge Lorenzo yang juga pernah bekerja dengan Stoner, motor Ducati sangat stabil di hard brakingdan secara keseluruhan memiliki traksi yang bagus. "Namun, kami kurang di tikungan, seperti yang pernah diutarakan semua riderDucati," jelasnya.
"Dan sayangnya pula, tikungan adalah titik terpenting Jorge. Karena kami semua tahu, kecepatan di tikungan adalah kelebihannya, jadi dia sangat membutuhkan motor yang cepat di tikungan untuk bisa tampil maksimal," Gabarrini menjelaskan.
Dall'Igna yang juga pernah bekerja sama dengan Jorge sewaktu di Aprilia kelas 250cc tak tinggal diam. Ia tahu apa yang dibutuhkan Jorge dan pembalap lain: mid-corner speed. Beragam pengembangan pun dilakukan Dall'Igna untuk membuat GP17 setidaknya sesuai dengan Lorenzo. 
Ngomong-ngomong, Dall'Igna ini sangat kreatif dan terbuka dalam pengembangan teknologi di MotoGP. Ia tak hanya engineer,namun juga seniman di MotoGP. Dall'Igna menciptakan Salad Box atau menurut beberapa orang merupakan  mass damper dan dipasang di GP17 untuk mengurangi chatter atau getaran di ban belakang GP17.
sumber: MCN
Ya, teknologi ini baru pertama kali diaplikasikan di motor MotoGP. Mass damper ini dikendalikan dengan peranti lunak bikinan MegaRide yang bisa mendeteksi dan menganalisis ban apa yang cocok digunakan dalam seri balapan tertentu. Ini mengingat faktor pilihan ban sangat memengaruhi hasil balapan.
Musim 2017, Michelin menyiapkan tiga pilihan ban. Ini sangat tricky bagi tiap pebalap. Beda dengan Bridgestone (penyuplai ban sebelum Michelin) yang hanya mengalokasikan 2 kompon ban. Hasilnya, cuma Ducati yang tampak cocok dengan ban Michelin, sedangkan tim lain kepayahan dengan pilihan ban. Bahkan, sempat ada selentingan kalau Michelin bikin ban hanya untuk Ducati.
Selain Salad Box, Ducati juga mendesain fairing aerodinamika yang mirip winglet dan disematkan di bodywork Desmosedici. Tujuannya, agar meningkatkan downforce motor. Memang fairing baru ini mengurangi top speed, tetapi front contact yang dibutuhkan Lorenzo bisa didapat. Ia jadi lebih percaya diri membuka gas di tengah tikungan.
Aeoro-fairing GP17 di motor Lorenzo. Foto: MCN
Setelah fairing ini digunakan di tengah musim, grafik penampilan Lorenzo meningkat. Di 8 sisa musim 2017, ia mampu naik podium dua kali: 3 Aragon dan 2 di Sepang. Di Spielberg (Austria) Jorge finis 4. Seri berikutnya, Silverstone (Inggris), posisi 5 digenggam. Di Motegi yang diguyur hujan deras, Lorenzo finis P6.
Rapor jelek Jorge selepas tengah musim adalah DNF di Misano, di Phillip Island posisi 15, dan DNF di Valencia. Khusus di Phillip Island, Ducati memang sangat keteteran. Dovi juga tak bisa banyak bicara di sana. Cuma finis di P13. Di Misano, Jorge sempat memimpin beberapa putaran di lintasan basah. Sayang, ia harus tersungkur lantaran kurang fokus saat mengganti engine map.Di Valencia, ia juga terjatuh saat memberikan slipstream bagi Dovi. Saat itu, posisi Lorenzo-Dovi di urutan P4-5.
 Ya, musim 2017 lalu boleh dibilang adalah masa orientasi Lorenzo bersama Ducati. Lorenzo butuh waktu untuk menyesuaikan gaya balapnya dengan karakter Ducati. Dan, Ducati pun juga sedang mencari cara membuat Desmosedici sesuai dengan gaya Lorenzo. Hasilnya memang kurang memukau, namun tidak buruk-buruk amat.
 Musim 2018, atau....
Seri pertama musim 2018 Qatar tinggal menghitung hari. Dua sesi tes telah dijalani Lorenzo untuk menjajal GP18--varian terbaru Desmosedici untuk musim 2018--di Sepang akhir Januari lalu dan di Buriram, Thailand, pertengahan Februari lalu. Hasilnya? Up and down.
Lorenzo saat menjajal GP18 di Buriram, 18/2. Foto: BolaSport.com
Tes pramusim di Sepang, wajah Lorenzo sempat semringah. Tiga hari tes di Malaysia, Lorenzo mengukuhkan diri sebagai yang tercepat, dengan catatan 1:58.830. Bahkan, ia mampu memecahkan rekor Sepang yang sudah tiga tahun dipegang oleh Marquez.
"Motor menikung lebih baik dan aku bisa membuka gas lebih cepat," akunya saat jumpa pers di Sepang. "Motor ini mengalami perkembangan di banyak area, jadi aku bisa memaksimalkannya dengan gaya balapku," tambahnya lagi.
Danilo Petrucci, pilot Pramac Ducati, pun mengakui kecepatan Lorenzo saat menjajal GP18 di Sepang. Saat melihat data telemetri Lorenzo, Petrucci beranggapan, kecepatan di mid-cornerLorenzo telah kembali saat mengendarai GP18.
"Dia--Lorenzo--kini sudah bisa mengendarai Ducati seperti Yamaha, meski aku belum pernah mengendarainya. Semua terasa lebih mudah saat ia mengendarai GP18, walaupun sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara motor baru dan GP17," ujar Petrucci.
Sayangnya, senyum Lorenzo tak bertahan lama. Dua minggu berselang, Lorenzo keteteran saat tes di Buriram. Dia hanya tercepat ke-16 (1:30.726). Itu pun ia cetak di hari kedua. Ia juga sempat meminjam GP17 milik Petrucci di hari ketiga untuk membandingkan sisi positif dan negatif masing-masing motor. Dibandingkan dengan Dovizioso, Petrucci, dan bahkan Jack Miller (Pramac Ducati), Lorenzo tertinggal jauh.
Lorenzo tampak kecewa dengan performa motor GP18 saat tes di Buriram, Thailand, (18/2). Foto: Crash.net
Lorenzo tampak kecewa dengan performa motor GP18 saat tes di Buriram, Thailand, (18/2). Foto: Crash.net
"Hari ini dan juga sejak hari pertama terasa sangat sulit. (Motor) sangat tidak nyaman, sangat jauh sekali dari pebalap top lain. Itulah kenapa, di situasi yang sulit ini, kami memutuskan untuk mencoba lagi motor lama," ujar Lornzo. "Sangat penting sekali mencoba motor lama yang memiliki segi positif dari motor baru, dan juga sisi buruknya."
Di dua pramusim itu, race pace Lorenzo sebenarnya masih kalah konsisten dibandingkan Dovi dan Miller yang menggunakan GP17. Dovi dan Petrucci juga sepakat GP18 jauh lebih baik dibandingkan GP17. Ini yang menjadi tanda tanya dan PR besar bagi Ducati dan Lorenzo.
Markas Ducati di Borgo Panigale tampaknya bakal tak berhenti bekerja. Ducati dan Lorenzo harus segera menemukan titik kecocokan masing-masing. Masih ada tiga hari tes pramusim di Qatar awal Maret nanti sebelum seri pertama di tempat yang sama dua minggu berikutnya. Lorenzo pun sudah mengajak Alex Debon sebagai pelatih balapnya. Debon bakal mengikuti Lorenzo dari seri ke seri untuk menganalisis sirkuit.
Tahun ini adalah tahun pembuktian bagi Jorge setelah masa orientasi selesai. Bos Ducati juga sudah "mengultimatum" Lorenzo. Bila tak memuaskan, mau tidak mau Lorenzo bakal kehilangan megakontrak dengan Ducati. Dan, bila Lorenzo "sangat tidak memuaskan"---artinya, dia gagal mengekstraksi kemampuan GP18 dan sering finis di belakang Petrucci atau bahkan Miller---Lorenzo harus siap-siap mencari tunggangan baru.
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==